Ketika di perjalanan menuju ke rumah Kemal, kondisi jalan raya sangat padat terutama di depan pasar Kembang. Wajah teman2x (terutama yang sedang menyetir) mulai tampak kesal dan galau. Should I sing to make them happy? Nooooo... Everybody will think if I'm a crazy person!
"Bil," panggil Raga sambil menyetir sepeda motor. "Tidur ta kamu?"
"Gak lah!" jawabku. "Heran aja ngeliat pengendara motor sama mobil sama banyaknya."
"Wis suwe, Bil. "Gak tau nyetir motor yo?"
"Udah tau gitu loh."
Raga cekikikan... lalu kembali hening...
"Raga," panggilku. "Aku gak lolos seleksi delegasi. Eman banget ya."
"Halaaaaah... Gak masalah, Bil. Yang penting kamu sudah berusaha dan seharusnya kamu bangga sama dirimu sendiri, Bil. Kamu bisa lolos sampai tahap II itu sudah bisa dibanggakan kok. Terpilih untuk mewakili sekolah sendirian juga seharusnya sudah bisa dibanggakan."
"Mmmmm... Iya juga sih... Tapi rasanya eman banget gituuuuu... Kenapa aku gak dikasih kesempatan buat lolos ya? Ngeliat saudara2x sepupuku bisa diterima di UI, ITS, ITB, terus dapet beasiswa kuliah setahun di California. Kenapa aku gak bisa seperti mereka? Padahal aku sama mereka satu darah dan satu keluarga."
"Gak usah lebay gitu lah, Bil. Jadi ceritanya kamu iri? Atau balas dendam?"
"Bukan gitu maksudnya! Aku berharap kalau aku juga punya kesempatan seperti mereka, Raga."
"Oooooh... Coba deh kamu liat di kaca mobil sebelah kita ini."
"Hah?" aku bingung. Aku segera melihat kaca mobil yang sedang berhenti tepat di sebelahku dan Raga. Aku tidak bisa melihat apapun yang ada didalam mobil itu. Yang bisa kulihat hanyalah bayangan diriku sendiri.
"I just could see myself."
"Nah, itu maksudku. Seharusnya kamu bangga sama dirimu sendiri dan menerima keadaanmu yang seperti itu. Semua orang punya kehidupan masing2x dan kehidupanmu itu termasuk spesial. Kamu patut untuk bangga atas semua usahamu mengikuti lomba apapun, Bil. Lagipula, kamu dapet pelajaran berharga dari pengalaman ini kan?!"
"Like... the judgement was a cruel person and one of the Cruela De Vil's friends?!"
"Bukan, Bil! Please deh! Pelajaran yang kamu dapet dari pengalaman itu adalah... Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda."
Nice advice! Sepertinya apa yang dikatakan Raga itu benar sekali.
Tuhaaaaan... Terima kasih Engkau telah memberikanku sahabat2x seperti mereka ini. Aku sangat bersyukur Engkau mau memberikanku kesempatan menjadi bagian dari mereka. Aku benar2x tidak mau kehilangan mereka.
"The day I knew you would leave, I can't barely breath. can you hear me scream?"
- The All American Rejects
* * *
Sesampainya di rumah Kemal, aku terpana melihat rumah Kemal. Whoaaaaa... Gede amat...
"Bil, kalau bengong jangan lebar2x nanti kemasukan lalat banyak loh!" pesan Radinal yang sedang berdiri tepat di sampingku.
"Kamu ngomong atau ngeprint?"
"Halu!" sapa Rivandi padaku dan Radinal.
Radinal sama sekali mengabaikan pertanyaanku tadi setelah Rivandi menyapa kami.
"Ini rumah atau pabrik kertas?" tanya Derina dengan raut wajah polos.
"Der, ini udah jelas bentuknya rumah!" jawab Anggirio. "Kenapa harus nyasar ke pabrik kertas?!"
Pagar rumah Kemal tidak terkunci dan terbuka lebar. Teman2x segera masuk dan memarkirkan motor di depan teras rumah Kemal. Di teras rumah Kemal, ada Eka dan Erfiki!
"Oalah, jadi kalian tidak masuk sekolah karena ngebantuin Kemal untuk menyiapkan ini?" tanya Cintya pada Eka dan Erfiki. "Lah terus satunya yang gak masuk selain Eka sama Erfiki sapa dong?"
"Bukannya tadi kamu sudah jawab ya?" balik tanya Eka.
"Maksudmu loh? Geje anak ini!"
"Ya jelas yang gak masuk selain aku sama Erfiki itu... KEMAL! Haduh, ayahnya anak ini mana sih?!"
Teman2x langsung tertawa mendengar pertanyaan Eka tadi. Cintya, jangan dimasukkin ke hati ya. Perkataan Eka tadi hanya sebatas bercanda kok. LOL!
"He rek," sahutku. "Ini sebenarnya acara apaan sih? Daritadi aku tanya gini kok gak ada yang mau jawab."
"Ayo masuk, teman2x!" ajak Kemal yang tiba2x muncul di teras rumahnya.
Teman2x langsung masuk ke dalam rumah Kemal. Sekali lagi... Tidak ada yang menjawab pertanyaanku tadi...
Aku juga ikut masuk sambil menggandeng tangan Nisyo. "Serasa kayak masuk rumah hantu yang ada di Tunjungan Plaza waktu itu ya."
"Bil, beda jauuuuuh..."
"Oh."
Di dalam, kedua orangtua Kemal menyambut kami. Mereka segera menyiapkan hidangan2x yang akan disajikan dalam acara ini. Wait! Ini acara syukuran? Who's getting married today? Who's birthday today?
Kami segera duduk di tikar yang sudah digelar di lantai. Ariyani, selaku panitia dan pembawa acara, segera membuka acara ini. "Sebelum acara ini dimulai, marilah kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan karena telah memberikan kesempatan pada kami untuk berkumpul dan mengadakan acara ini, yaitu acara kumpul bareng arek2x SeSat di rumah Kemal. Semoga acara ini bisa berjalan dengan lancar dan apa yang kita harapkan untuk memenuhi acara ini juga bisa tercapai. Berdo'a dimulai..."
Kami segera menundukkan kepala dan berdo'a sesuai keyakinan kita masing2x. Setelah berdo'a, kami langsung menikmati hidangan yang telah disajikan. Enak loh!
"Bil, laper ya?" tanya Nisyo sambil tertawa. "Pelan2x kalau makan, Bil."
Aku hanya tersenyum sambil melahap sepiring nasi goreng dengan telur dadar dan sosis.
Tiba2x, handphone-ku berdering. Aku segera berhenti makan dan mengangkat telepon. "Halo?"
"Halo? Nabilah? Ini Bu Tri."
Bu Tri! Wali kelas X-1! Pasti beliau bakalan marah besar karena beliau tidak diajak untuk ikut serta dalam acara ini.
"Bil, maaf Ibu tidak bisa hadir ke acara itu..."
Oh... Kukira mau marahin saya, Bu... "Iya gak papa kok, Bu."
"Bil, Ibu mau ngasih kabar nih. Kamu bisa ke sekolah sekarang juga gak?"
"Waduh, harus sekarang ya, Bu?! Emangnya ada apa, Bu?"
"Gini loh, Bil, sekolah ada tawaran beasiswa ke luar negeri dan bersekolah di sana selama satu tahun. Setelah satu tahun berlalu, kamu gak perlu kembali lagi ke kelas XI, Bil. Kamu bisa langsung ke kelas XII. Tapi, yang boleh mengisikan nama2x siswa yang bisa dapet beasiswa itu hanya wali kelas X. Ibu iseng masukkin namamu, Bil. Dan ternyata, dari kelas X-1, yang mendapatkan beasiswa itu kamu, Bil! Makanya Ibu minta tolong agar kamu segera kembali ke sekolah untuk mengkonfirmasikan data2x nya. Kamu minta tolong salah satu temanmu untuk nganterin ke sekolah lagi loh, Bil. Cepetan ya, Bil."
BEASISWA?! KE LUAR NEGRI?! SATU TAHUN?! Mendengar Bu Tri mengabarkan hal itu, aku langsung meneteskan air mata. Aku berteriak dalam hati dan aku sangat senang. Perasaanku campur aduk karena rasa senang ini sudah kelewat batas. Teman2x langsung melihatku dan menanyakan kenapa aku menangis seperti itu... menangis seperti orang yang dapat kabar bahwa jantungnya ketinggalan di jalan raya tadi...
Setelah ditelepon oleh Bu Tri, aku segera menutup telepon dan menangis bahagia. Well, you can call it 'menangis terharu'. Teman2x tetap saja bertanya kenapa kepadaku. Tetapi aku mengabaikan pertanyaan dari mereka dan segera berpikir bagaimana caranya aku kembali ke sekolah.
"Rek," sapaku dengan suara terbata-bata karena logatku masih belum bisa kembali normal. "Ada yang mau nganterin aku balik ke sekolah gak? Bu Tri minta aku kembali ke sekolah buat mengkonfirmasikan beasiswa yang aku raih soalnya, rek."
"WHAT?!" kejut teman2x.
Mereka semua langsung mengucapkan 'selamat' padaku dan sebagian dari mereka langsung memelukku. Mereka memelukku agar aku bisa kembali tenang sekaligus mengucapkan 'selamat'.
"Bil, serius kamu?" tanya Radinal.
Aku hanya mengangguk sambil meneteskan air mata yang tak kunjung reda.
"Kalau kamu ambil beasiswa itu, nanti kamu sekolah di sana berapa lama, Bil?" tanya Friska.
"One year..." jawabku.
"Will you forget us?" tanya Nisyo dengan raut wajah sedih.
Aku tersenyum. "Butuh waktu lebih dari setaun atau lebih dari seabad untuk melupakan kalian, rek."
"Awwwww..." kata Maria, Rosy, dan Cintya bersamaan.
SeSat's ladies langsung memelukku erat2x. "Nabilah, you're the best and you really deserve it! Congratulations!"
"Makasi ya teman2x atas kebaikan kalian semua. Makasi juga pernah nyakitin hatiku, tapi itu hanya sementara dan selamanya yang membekas adalah kebaikan kalian semua. Ini pertama kalinya aku punya teman2x sebaik kalian dan aku harus memanggil kalian... sahabat..."
"Bil, stop to make me want to cry!" ujar Novel yang tiba2x ikut meneteskan air mata.
"Iya, Bil. Jangan bikin aku pengen nangis juga dong." sahut Derina yang ikut meneteskan air mata juga.
Aku segera mengusap air mata yang jatuh ke pipi Derina. "Sekarang sapa yang mau nganterin aku balik lagi ke sekolah?"
Teman2x langsung mengacungkan tangan mereka. Nyaris semua yang mengacungkan tangan! Whoa!
Aku melihat Maria tersenyum senang dan wajahnya berseri-seri. "My twins, aku aja yang nganterin kamu ke sekolah. Soalnya gak mungkin banget kalau aku bisa nganterin kamu ke luar negri. Aku cuman bisa nganterin sampai ke bandara aja nanti."
THE END :)
Xo,
RBG.
huaaaaa :') thats so romantic :') kudu nanges aku mocone :') haduh gak tahan aku :') wes embo no comment !
BalasHapus